Tasikmalaya_Kabupaten Tasikmalaya, (bahasa Inggris: Tasikmalaya Regency) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Indonesia. Terletak di tenggara daerah Priangan, Kabupaten Tasikmalaya sejauh ini dinilai sebagai kabupaten paling besar dan berperan penting di wilayah Priangan Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten ini merupakan daerah hijau, terutama pertanian dan kehutanan, sementara petani menetap sebagai mayoritas penduduk.[2] Kabupaten Tasikmalaya terkenal akan produksi Kerajinannya, Salak,[3] sementara Nasi Tutug Oncom adalah makanan terkenal dari Kabupaten ini. Kabupaten Tasikmalaya juga dikenal sebagai pusat keagamaan besar di Jawa Barat, yang memiliki lebih dari 800 pesantren tersebar di penjuru wilayah Kabupaten.
foto:lambang kab.Tasikmalaya |
Pada awalnya, nama yang menjadi cikal-bakal Tasikmalaya terdapat di daerah Sukapura. Sukapura dahulunya bernama Tawang atau Galunggung, sering juga disebut Tawang-Galunggung. Tawang berarti sawah atau tempat yang luas terbuka. Penyebutan Tasikmalaya menuncul setelah Gunung Galunggung meletus sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi Tasik (danau, laut) dan malaya dari (ma)layah yang bermakna ngalayah (bertebaran) atau deretan pegunungan di pantai Malabar (India). Tasikmalaya mengandung arti keusik ngalayah, bermakna banyak pasir di mana-mana.
Asal Muasal
Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang
dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk
Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar
Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan
Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap syah bila mendapat
persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang
memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja,
Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang
yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari
kebataraan menjadi kerajaan.
Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13
Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya
yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan
di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari,
Tasikmalaya. Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal
sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan
ajaran resmi pada zaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di
Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja
berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.
Periode Modern
Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di Sukakerta dengan
Ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa,
Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan
Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya
sezaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus tahta
diperkirakan sezaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja
Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwang.
Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran sudah mulai
terdesak oleh gerakan kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan
Demak. Sunan Gunung Jati sejak tahun 1528 berkeliling ke seluruh wilayah
tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai
lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur
berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali Dalem Sukakerta atau Dalem
Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari
Pajajaran. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk Islam.
Periode selanjutnya adalah pemerintahan di Sukapura yang didahului oleh
masa pergolakan di wilayah Priangan yang berlangsung lebih kurang 10
tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan
besar di Pulau Jawa pada awal abad XVII Masehi: Mataram, banten, dan VOC
yang berkedudukan di Batavia. Wirawangsa sebagai penguasa Sukakerta
kemudian diangkat menjadi Bupati daerah Sukapura, dengan gelar
Wiradadaha I, sebagai hadiah dari Sultan Agung Mataram atas jasa-jasanya
membasmi pemberontakan Dipati Ukur. Ibukota negeri yang awalnya di
Dayeuh Tengah, kemudian dipindah ke Leuwiloa Sukaraja dan “negara”
disebut “Sukapura”.
Pada masa pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814) ibukota Kabupaten
Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Kemudian pada masa pemerintahan
Wiradadaha VIII ibukota dipindahkan ke Manonjaya (1832). Perpindahan
ibukota ini dengan alasan untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan
Belanda dalam menghadapi Diponegoro. Pada tanggal 1 Oktober 1901 ibukota
Sukapura dipindahkan kembali ke Tasikmalaya. Latar belakang pemindahan
ini cenderung berrdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan Belanda.
Pada waktu itu daerah Galunggung yang subur menjadi penghasil kopi dan
nila. Sebelum diekspor melalui Batavia terlebih dahulu dikumpulkan di
suatu tempat, biasanya di ibukota daerah. Letak Manonjaya kurang
memenuhi untuk dijadikan tempat pengumpulan hasil-hasil perkebunan yang
ada di Galunggung.
Nama Kabupaten Sukapura pada tahun 1913 diganti namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya dengan R.A.A Wiratanuningrat (1908-1937) sebagai Bupatinya.
Tanggal 21 Agustus 1111 Masehi dijadikan Hari Jadi Tasikmalaya berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang dibuat sebagai tanda upacara pentasbihan atau penobatan Batari Hyang sebagai Penguasa di Galunggung.
sumber:Wikipedia
Post a Comment